BAB I
PENDAHULUAN
Sosiologi adalah ilmu yang
mempelajari tentang kehidupan manusia. Salah satunya adalah mempelajari tentang
sosialisasi dan pembentukan kepribadian. Selain daripada itu, Sosiologi
merupakan disiplin ilmu yang memiliki cakupan luas dan memiliki banyak cabang.
Hal ini disebabkan sosiologi memiliki tokoh-tokoh yang membuat studi sosiologi
semakin berkembang mengikuti perkembangan zaman serta situasi yang dihadapi.
Adapun para tokoh tersebut menyumbangkan teori-teorinya mengenai studi sosiologi
sesuai dengan peristiwa-peristiwa yang mereka alami dizamannya.
Oleh karena itulah kami selaku
pemakalah berusaha menjabarkan beberapa tokoh perintis sosiologi yang terkenal.
Adapun tokoh-tokoh tersebut ialah Auguste Comte, Herbert Spencer, Emile Durkheim,
Karl Marx, Marx Webber, dan Ibnu Khaldun.
BAB II
PEMBAHASAN
TOKOH-TOKOH YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN SOSIOLOGI
1. Ibnu Khaldun (1332-1406)
Ibnu Khaldun lahir di Tunisia, Afrika
Utara, 27 Mei 1332 (Faghirazadeh, 1982). Ia kahir dari keluarga terpelajar,
dimasukkan ke sekolah Al-Quran, kemudian mempelajari matematika dan sejarah.
Semasa hidupnya ia membantu berbagai Sultan di Tunisia, Maroko, Spanyol dan
Al-Jazair sebagai duta besar, bendaharawan dan anggota dewan penasehat sultan.[1]
Adapun pendapat Khaldun tentang
watak-watak masayarakat manusia dijadikannya sebagai landasan konsepsinya bahwa
kebudayaan dalam berbagai bangsa berkembang melalui empat mazhab yaitu fase
primitif atau nomaden, fase urbanisasi, fase kemewahan, dan fase kemunduran
yang mengantarkan kehancuran. Kemudian keempat perkembangan ini oleh Khaldun
sering disebut dengan fase pembangun, pemberi gambar gembira, penurut, dan
penghancur.[2]
2. Auguste Comte (1789-1857)
Auguste Comte lahir di
Mountpelier Perancis, 19 Januari 1798. Ia merupakan bapak sosiologi, orang pertama
yang menggunakan istilah sosiologi (socius dan logos). Pengaruhnya
besar sekali terhadap para teoritis sosiologi selanjutnya (terutama Hebert
Spencer dan Emile Durkheim). Dia mempunyai anggapan bahwa sosiologi terdiri dari dua
bagian pokok, yaitu social statistic (statika sosial atau struktur sosial
yang ada) dan
social dynamic (dinamika sosial atau perubahan sosial).[3] Sebagai sosial statistik, sosiologi merupakan sebuah ilmu yang
mempelajari hubungan timbal balik antara lembaga-lembaga kemasyarakatan.
Sebagai social dinamik, meneropong bagaimana lembaga-lembaga itu berkembang dan
mengalami perkembangan sepanjang masa.[4]
Landasan pendekatan Comte ialah teori
evolusinya atau hukum tiga tingkatan. Ia menyatakan ada tiga tingkatan
intelektual yang harus dilalui dunia di sepanjang sejarahnya. Pertama, tahap
teologis menekankan pada keyakinan bahwa kekuatan adikodrati, tokoh agama,
dan keteladanan kemanusiaan menjadi dasar segala sesuatu. Kedua, tahap
metafisik ditandai oleh keyakinan bahwa kekuatan abstraklah yang
menerangkan segala sesuatu, bukannya dewa-dewa personal. Ketiga, tahap
positivistik yang ditandai oleh keyakinan terhadap ilmu sains. Manusia
mulai cenderung menghentikan penelitian terhadap (Tuhan atau alam) dan dunia
sosial guna mengetahui hukum-hukum yang mengaturnya. [5]
Dalam teorinya tentang dunia, Comte
menyatakan bahwa kekacauan intelektual menyebabkan kekacauan sosial. Menurut
pandangannya, kehidupan di dunia ini sudah cukup kacau, dan yang dibutuhkan
dunia adalah perubahan intelektual. Ada beberapa aspek lain yang juga berperan
penting dalam pengembangan teori sosiologi. Ia menyatakan bahwa kita harus
memperhatikan struktur sosial dan perubahan sosial. Ia menekankan besarnya peran konsesnsus
dalam masyarakat. Dan ia juga menekankan perlunya memahami teori abstrak dan
melakukan riset sosiologi. Comte yakin sosiologi akhirnya akan menjadi kekuatan
ilmiah dominan di dunia karena kemampuan istimewanya dalam menafsirkan hukum
sosial dan melakukan reformasi yang bertujuan menyelesaikan masalah dalam
sistem.
Menurut Comte, masyarakat harus
diteliti atas dasar fakta-fakta objektif dan dia juga menekankan pentingnya
penelitian-penelitian perbandingan antara berbagai masyarakat yang berlainan. Hasil karya Comte yang terutama
adalah : [6]
- The
Scientific Labors Necerssary for Reorganization of Society (1822);
- The
Positive Philosophy (6 jilid 1830-1840);
- Subjective
Synthesis (1820-1903).
3. Karl Marx (1818-1883)
Karl
Marx lahir di Trier, Prusia, 5 Mei 1818. Ia adalah seorang ahli filsafat
sejarah Jerman. Marx hidup selama abad ke-19, yaitu saat kapitalisme merajai
wilayah Eropa dan Amerika.[7]
Marx yakin bahwa setiap manusia perlu
bekerja di dalam dan dengan alam. Produktivitas mereka bersifat alamiah, yang
memungkinkan mereka mewujudkan dorongan kreatif mendasar yang mereka miliki.
Dengan kata lain manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial. Mereka perlu
bekerja bersama untuk menghasilkan segala sesuatu yang mereka perlukan untuk
hidup. Melalui perjalanan sejarah, proses alamiah ini dihancurkan, dan mencapai
titik puncaknya dalam kapitalisme. Kapitalisme pada dasarnya adalah sebuah
struktur yang membuat batas pemisah antara seorang individu dan proses
produksi, produk yang diproses dan orang lain, dan akhirnya juga memisahkan
diri individu itu sendiri.[8]
Dalam terminologi sarjana beraliran
Marxist, tanaman produksi, pabrik baja, dan yang serupanya disebut sebagai
alat-alat produksi, dan mereka yang menjadi pemiliknya disebut dengan kaum
borjuis. Para pekerja yang menjual tenaganya untuk kaum borjuis itu disebut kaumproletar. Marx percaya bahwa
setiap masyarakat kapitalis pada akhirnya akan terpecah oleh konflik antara kaum
borjuis dan proletar.[9]
Menurut Marx, kapitalisme di dalamnya
memiliki penyebab-penyebab kerusakannya. Kaum borjuis memberi upah yang sangat
rendah sehingga kaum proletar hampir tidak mungkin bertahan hidup. Marx memberi
prediksi bahwa kehidupan para pekerja yang sengsara itu akan memberi penyadaran
bahwa satu-satunya cara untuk keluar dari kesengsaraan itu adalah dengan
bersatu dan melakukan revolusi. Marx juga percaya bahwa sifat dasar pekerja
industri juga memberi kontribusi bagi kejatuhan kapitalisme. Marx yakin bahwa
tragedi kapitalisme terjadi dengan cara bahwa suatu sistem mentransformasikan
kerja dari sesuatu yang bermakna menjadi sesuatu yang tidak bermakna. [10]
4. Herbert Spencer (1820-1903)
Spencer lahir di Derby, Inggris 27
April 1820. Ia menganut pandangan evolusi yang berkeyakinan bahwa kehidupan
masyarakat tumbuh secara progresif menuju keadaan yang semakin baik dan karena itulah kehidupan
masyarakat harus dibiarkan berkembang sendiri. Berbeda dengan Comte, Spencer
memusatkan perhatian pada individu, sedangkan Comte menekankan pada unit yang
lebih besar seperti keluarga.[11]
Dalam
bukunya The Principles of Sociology ( 3 jilid, 1877), Spencer
menguraikan materi sosiologi secara rinci dan sistematis. Dia mengatakan bahwa
objek sosiologi yang pokok adalah keluarga, politik, agama, pengendalian sosial dan industri. Dia juga menekankan bahwa sosiologi
harus menyoroti hubungan timbal balik antara unsur-unsur masyarakat
seperti pengaruh norma-norma atas
kehidupan keluarga, hubungan antara lembaga politik dan lembaga keagamaan.
Salah satu teori evolusinya berkaitan
dengan peningkatan ukuran masyarakat. Masyarakat tumbuh melalui
perkembangbiakan individu dan penyatuan kelompok-kelompok. Peningkatan
ukurannya, masyarakat berubah melalui penggabungan, yakni makin lama makin
menyatukan kelompok-kelompok yang berdampingan. Dalam tulisannya mengenai etika
dan politik, Spencer mengemukakan gagasan evolusiya yang lain. Di satu sisi ia
memandang masyarakat berkembang menuju keadaan moral yang ideal atau sempurna.
Di sisi lain ia menyatakan bahwa masyarakat yang paling mampu menyesuaikan diri
dengan lingkungannyalah yang akan bertahan hidup, sedangkan masyarakat yang tak
mampu menyesuaikan diri terpaksa menemui ajalnya. Hasil proses ini adalah
peningkatan kemampuan menyesuaikan diri masyarakat secara keseluruhan.[12]
Hasil karya yang terkenal lainnya: [13]
- Social
Statistic (1850);
- Principles
of Psychology (1955);
- Principles
of Biologis (2 jilid, 1864 dan 1961)
- Principles
of Ethics (1893)
5. Emile Durkheim (1858-1917)
Emile Durkheim lahir di Epinal,
Perancis 15 April. Dia adalah seorang sosiolog teoritis dan praktisi
pendidikan. Durkheim fokus kepada kesatuan masyarakat.[14]
Menurutnya, sosiologi meneliti lembaga-lembaga
dalam masyarakat dan proses-proses sosial. Durkheim melihat
bahwa setiap masyarakat manusia memerlukan solidaritas. Ia membedakan antara
dua tipe utama solidaritas: solidaritas mekanis, dan solidaritas organis.
Lambat laun pembagian kerja dalam masyarakat semakin berkembang sehingga
solidaritas mekanis berubah menjadi solidaritas organis.
Dalam The Rule of
Sosiological Method (1895/1982) Durkheim menekankan bahwa tugas sosiologi
adalah mempelajari apa yang ia sebut sebagai fakta-fakta sosial. Ia
membayangkan fakta sosial sebagai kekuatan dan struktur yang bersifat eksternal
dan memaksa individu. Ia juga
membedakan antara dua tipe fakta sosial: material dan nonmaterial. Ia
menyimpulkan bahwa masyarakat primitif dipersatukan terutama oleh fakta sosial
nonmaterial. Sedangkan masyarakat modern, kekuatan kesadaran kolektif telah
menurun, pembagian kerja yang ruwet, yang mengikat orang yang satu dengan orang
lainnya dalam hubungan saling tergantung. Dan dalam karyanya yang terakhir, The
Elementary Forms of Religious Life (1912/1965) Durkheim yakin bahwa sumber
agama adalah masyarakat itu sendiri. Dalam agama primitif benda-benda seperti
tumbuh-tumbuhan dan binatang didewakan. Akhirnya Durkheim menyimpulkan bahwa
masyarakat dan agama adalah satu dan sama. [15]
1. Sosiologi umum
yang mencakup kepribadian individu dan kelompok manusia.
2. Sosiologi agama
3. Sosiologi hukum dan moral yang
mencakup organisasi politik, organisasi social, perkawinan dan keluarga.
4. Sosiologi tentang kejahatan
5. Sosiologi ekonomi yang mencakup
ukuran-ukuran penelitian dan kelompok kerja
6. Demografi yang mencakup masyarakat
pedesaan dan perkotaan
7. Sosiologi estetika
Hasil karyanya yang terkemuka: [17]
1. The Social Division of Labor (1893)
2. The Rules of Sociological Method (1895)
3. The Elementary Forms of Religious (1912)
6. Max Webber (1864-1920)
Max Webber, seorang Jerman yang lahir di Erfurt 21 April 1864. Weber
belajar beragam subjek, mencakup hukum, ekonomi, sejarah, agama, dan filsafat.
Dia juga sempat menduduki jabatan-jabatan akademik penting di sejumlah
universitas di Jerman, dan dia juga merupakan tokoh terkenal dikalangan
politisi pada masanya. Karya Weber pada dasarnya adalah teori tentang proses
rasionalisasi.[18]
Weber percaya bahwa saat tradisi hilang
dan digantikan dengan rasionalitas, Eropa mengalami industrialisasi dan mengadopsi ekonomi
kapitalistik. Misalnya, dalam sebuah masyarakat tradisional seorang petani yang
sakit mungkin akan meminta pertolongan tetangga, namun dalam masyarakat
industri seorang pekerja yang sakit tak memilki siapapun kecuali agen birokrasi
pemerintah. [19]
Ia berusaha memberikan pengertian
mengenai perilaku manusia dan sekaligus menelaah sebab-sebab terjadinya
interaksi social. Weber melihat bahwa birokrasi sebagai contoh klasik
rasionalisasi. Mengenai proses birokratisasi ia membedakan antara tiga jenis
sistem otoritas yakni tradisional, karismatik, dan rasional legal. Max juga
terkenal dengan teori ideal typus, yaitu merupakan suatu konstruksi dalam
pikiran seorang peneliti yang dapat digunakan sebagai alat untuk menganalisis
gejala-gejala dalam masyarakat. Karya yang ditulisnya antara lain:
[20]
1. The History of Trading Companies
During the Moddle Ages (disertasi,1889)
2. Economy and Society (1920)
3. Collected Essays on Sociology of
Region (3
jilid, 1921)
BAB III
KESIMPULAN
Dalam perkembangan
sejarah sosiologi, banyak tokoh yang menyumbangkan pikirannya mengenai studi
sosiologi, yakni diantaranya ada Auguste Comte, Karl Marx, Emile Durkheim, Herbert
Spencer, Marx Webber, dan masih banyak lagi.
Auguste Comte
berpendapat ada tiga tingkatan intelektual yang harus dilalui dunia di sepanjang
sejarahnya
yakni tahap teologis, tahap metafistik, tahap pisitivistik. Karl Marx
berpendapat
bahwa setiap
manusia perlu bekerja di dalam dan dengan alam. Dengan kata lain manusia pada
hakekatnya adalah makhluk sosial. Dan Emile Durkheim berpandangan bahwa setiap masyarakat
manusia memerlukan solidaritas. Ia membedakan antara dua tipe utama
solidaritas: solidaritas mekanis, solidaritas organis. Sedangkan Herbbert
Spencer mengatakan
bahwa objek sosiologi yang pokok adalah keluarga, politik, agama, pengendalian sosial dan industri. Dia juga menekankan bahwa
sosiologi harus menyoroti hubungan timbal balik antara unsur-unsur masyarakat
seperti pengaruh norma-norma atas
kehidupan keluarga, hubungan antara lembaga politik dan lembaga keagamaan. Dan
begitu juga dengan Marx Webber ia memandang sosiologi dengan rasionalitas. Weber percaya
bahwa saat tradisi hilang dan digantikan dengan rasionalitas, Eropa mengalami
industrialisasi dan
mengadopsi ekonomi kapitalistik.
Walaupun mereka berbeda pendapat
antara satu sama lain, namun pendangan mereka mengenai sosiologi membuat studi
sosiologi semakin berkembang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar