BAB I
PENDAHULUAN
Jika
kita menapaki sejarah perjalanan khilafah Utsmani, maka yang akan kita dapatkan
ialah bahwa mereka membangun pemerintahan itu dengan bangunan keimanan yang
demikian kokoh kepad Allah, mereka membangun dengan semangat islam yang menyala-nyala.
Mereka membangun negara itu dengan darah dan air mata, dengan jihad harta dan
jiwa khilafah Utsmani dibangun diatas semagat untuk menegakkan syariat,
menegakkakan agama Allah dan memberantar kemungkaran. Para Khalifah Utsmani
membangun khilafah Utsmani dengan kerja keras dan keringat, dan dengan
keberanian. Membangun tiang negara dengan pondasi keimananserta keislaman
hingga berbuah ihsan.
Maka
tidak heran berkat semangat juang yang
tinggi, pikiran yang cerdas dan keinginan yang kua, Konstatinopel yang
merupakan kota idaman setiap bangsa di dunia dapat ditaklukkan dibawah Sultan
Al-Fatih tanggal 29 Mei 1453. Kejatuhan
Konstatinopel ini menurut Abu Hasan Ali
Al-Hasani An-Nadwi dalam bukunya Madza
Khasiroa Al-‘Alam bi Inhithath Al-Muslim telah membangkitkan semangat kaum
muslimin. Kaum muslimin di dunia menaruh harapan pada Turki untuk membangun
kembali kejayaan dan kewibawaan islam di mata dunia. Hal ini menunjukkan akan
betapa kuatnya pemerintahan islam saat itu.
Paul
Kennedy dalam bukunyan The Rise and Fall of the Great Powers : Economic Change
and Military Conflict from 1500-2000, mengatakan imperium Utsmani “ ia lebih
dari sekedar mesin militer, dia telah menjadi penakluk elit yang telah mampu
membentuk satu kesatuan iman, budaya dan bahasa dari sebuah wilayah yang lebih
luas dari Imperium Romawi dan untuk jumlah penduduk yang lebih besar”. Menurut
An-Nadwi kaum muslim Utsmani memiliki kelebihan yang tidak dimiliki oleh
bangsa-bangsa lain saat itu. Sebagai bangsa nomadik dengan pola hidup sederhana,
mereka memiliki moralitas yang tidak terkotori sehingga dengan mudah dapat
melangkah berjuang. Mereka memiliki persenjatan yang kuat, hinga mampu
menaklukan Afrika, Mesir, Arab Saudi, Iran, Asia Tengah, dan sebagian Eropa.
Adapun
beberapa khilafah yang tegar, yang mampu
menancapkan islam dan nilai-nilainya di berbagai belahan dunia ialah Sultan
Mahammad Al-Fatih, Sultan Bayazid II, Sultan Salim I, DAN Sultan Sulaiman
Al-Qanuni.
Namun
keberhasilan kejayaan Utsmani ini tidak selamanya abadi. Berbagai penyimpangan
yang dilaukan oleh para sultan diakhir pemerintahannya, membawa Turki utsmani
kedalang jurang kehancuran. Adanyua sultan-sultan yang lemah dan tidak memiliki
keimanan kuat sebagai pemimpin menggiring pemerintahan Utsmani kehilangan
kekuasaan dan kepercayaan. Hal ini yang memberikan kesempatan bagi orang-orang
Yahudi untuk menyerang, memasukkan pengaruh-pengaruh sekuler, hingga
upaya-upaya untuk menghancurkan Utsmani secara terus-menerus dan perlahan.
Hingga berakibat menyempitnya wilayah kekuasaan Utsmani dan runtuhnya khilafah
Turki Utsmani.
Ketika
membaca referensi buku-buku Khilafah Turki Utsmani ini, kami menemukan salah
satu referensi yang didalamnya mencakup sebuah analogi sederhana yang pernah
diungkap oleh seorang Intelektual asal Al-Jazair, yaitu Malik bin Nabi mengenai
bangun dan runtuhnya sebuah peradaban yang ditulis dalam bukunya yang menggugah
Syurut An-Nahdhah. Kami membaca
analogi ini dari sebuah buku karangan Dr. Ali Muhammad As-Syalabi yang berjudul
Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniah.
Pada
tahap pertama, Analogi tersebut mengatakan bahwa ” sebuah peradaban akan naik
tahta tatkala yang menjadi penglimanya adalah ruh. Dengan ruh sebuah peradaban
akan kembali menjadi peradaban yang bersih dan tidak terkotori. Pada masa inilah
peradaban akan mencapai puncak terbesar. Pada tahap kedua, “ peradaban akan
mengalami pelebaran dan pemekaran buken perkembangan, tatkala yang menjadi
pemain dalam peradaban itu adalah akal”. Peradaban yang di kendalikan akal akan
mengalami tarik menarik yang demikian kencang antara ruh dan hawa nafsu. Terjadinya tarik menarik ini akan
menjadikan peradaban terus merentang dan bukan mencapai perbaikan nilai. Pada
fase selanjutnya, “peradaban akan mengalami kehancuran dan kebangkrutan tatkala
yang menjadi panglimanya ialah hawa nafsu”. Pada tahap inilah peradaban akan
meluncur ke titik yang paling bawah.
Dari tiga analogi tersebut kami
kiranya dapat mengambil kesimpulan bahwa keruntuhan berbagai peradaban di dunia
termasuk juga peradaban islam khilafah Turki Utsmani ini disebabkan oleh tahap
yang kedua dan ketiga. Dimana para khalifah Utsmani di akhir pemerintahannya
sudah mulai menyimpang dalam ajaran-ajaran serta mulai mengedepankan hawa nafsu
mereka dalam bertindak. Pad makalh ini kiranya tidak di jelaskan secara panjang
lebar mengenai hal tersebut. Makalah ini hanya terdiri dari beberapa poin
penting yang dicantumkan dalam silabus mata kuliah SPI. Namun dalam keringkasan
materi tersebut kami berharap tetap menyimpat banyak manfaat dalam
pembelajaran.
BAB II
PEMBAHASAN
Kerajaan Turki Usmani
A.
Berdirinya
Khilafah Turki Usmani
Garis keturunan
Bani Usmani bersambung pada kabilah Turkmaniah, yang pada permulaan abad ke-7 H
atau abad ke-13M mendiami Kurdistan. Akibat serangan orang-orang Mongolia
dibawah pimpiman Jengis Khan ke Irak dan wilayah-wilayah Asia kecil, Sulaiman,
kakek dari Ustman melakukan hijrah (617 H/ 1220 M). Kemudian ia bersama
kabilahnya dari suku Qayigh Ughuz hijrah ke Anatholia dan menetap di kota
Akhlath.
Sulaiman
meninggal tahun 628 H/1230 M dan digantikan oleh anaknya, yakni Urthughril yang
terus bergerak hingga mencapai Barat Laut Anatholia. Tatkala Urthughril
melarikan diri bersama dengan keluarganya yang jumlahnya tidak lebih dari
seratus keluarga dari serangan orang-orang Mongolia, di dalam perjalanan ia
mendapati pertempuran antara kaum muslimin dan orang-orang kristen. Ternyata
kemenangan berada di pihak orang kristen. Melihat keadaan tersebut, maka
Urthugrhil menolong kaum muslimin, hingga akhirnya kemenangan berada di kaum
muslimin. Seusai pertempuran komandan pasukan Saljuk bernama Alaudin memberi penghargaan pada Urthugrhil dengan
memberikan sebidang tanah di perbatasan Barat Anatholia tepatnya daerah di
bagian Iskisyhar, dibatas kerajaan Byzantium dekat Brussa. Di daerah itulah
bermula tumbuh suburnya kerajaan Turki Usmani. Kemudian Alaudin memberikan
wewenang untuk menaklukan wilayah-wilayah yang berada di bawah kekuasaan
Romawi. Dengan demikian, maka terjalinlah hubungan persahabatan antar Saljuk
dengan pihak Urthugrhil.[1]
Setelah
Urthugrhil wafat (699 H/1299 M), maka digantikan oleh anaknya yang bernama
Ustman. Nama dinasti “Usmani” berasal dari nama Ustman putera Urthugrhil. Pada
masanya ia memperluas wilayah sampai kepada lahan-lahan perkebunan dan diteruskan
oleh cucunya hingga merebut kekuasaan atas sebuah kota terpenting, yakni
Bashrah pada tahun 1326, dan melintasi beberapa jalan menuju Gallipoli tahun
1345.[2] Setelah menetapkan kedudukannya di Eropa
rezim Ustman mendatangkan tentara Turki dalam jumlah yang sangat besar ke negri
Balkan, dan menduduki Yunani, Macedonia dan Bulgaria. Kekuasaan dinasti Ustmani
terhadap wilayah bagian Barat Balkan telah dikuasai secra sempurna berkat
kemenagan pada perang Kosova. \
B.
Kemajuan
Pemerintahan Turki Utsmani
a.
Pada bidang militer
dan pemerintahan
1.
Adanya Akademi militer sebagai pusat pendidikan dan
pelatihan
2.
Terbentuknya tentara tangguh Jenissari dan Taujiah
3.
Adanya Kitab Muqtadha Al ±Abhur, sebagai UU
Pemerintahan
b.
Pada Bidang Ilmu Pengetahuan dan
seni budaya
Sebab Turki
Usmani Kurang Fokus terhadap ilmu pengetahuan, maka Bidang ilmu pengetahuan pun
kurang menonjol tidak seperti Dinasti islam sebelumnya. Adapun beberapa tokoh
termasyhur dari beberaa disiplin ilmu yang muncul kala itu, di antaranya:
1.
Abdulrauf Al Manawy dan Abdul Wahab Sya’rany , sebagai
ahli hadis dan tasawuf
2.
As Shadar bin Abdurrahman Al Akhdhary, sebagai ahli
Filsafat dan mantiq
3.
Daud Inthaqy dan Sahabudin bin salamah Qaliyuby, ahli
dalam bidang kedokteran
4.
Ibnu Hasan Samarkandy, sebagai ahli ilmu politik
5.
Qari Al Harawy, sebagai ahli musik
6.
Ibnu Diba Az zabidy dan Abdul ghani An nablusy,
sebagai ahli sejarah
7.
Aisyah Ba’uniyah dan Ali khan, sebagai ahli sastra
8.
Abdulqadir Baghdady dan Az zabidy, sebagai ahli bahasa
9.
Muammar Sinan, sebagai ahli di bidang arsitektur
10.
Musa Azam, Sebagai ahli seni
Adapun mengenai budaya sosial, Budaya Turki Usmani sangat di pengaruhi oleh
tiga budaya. Dari kebudayaan persia mereka mengambil ajaran tentang etika dan
tata krama dalam istana. Ajaran tentang prinsip-prinsip ekonomi, sosial, kemasyarakatan,
dan keilmuan mereka mengambil dari Bangsa Arab. Sedangkan pemerintahan dan
organisasi kemiliteran mereka banyak dapat dari Bizantium.
c.
Pada bidang Keagamaan
1.
Adanya jabatan Mufti sebagai Pejabat urusan agama
tertinggi, yang memiliki kuasa legitimasi dalam hukum kerajaan
2.
Berkembangnya Terekat. Seperti tarekat Bekhtsyi dan
tarekat Maulawi
d.
Pada bidang Ekonomi
Tercatat beberapa kota yang maju dalam bidang industri
pada waktu itu di antaranya : Mesir sebagai pusat produksi kain sutra dan katun.
Anatoli selain sebagai pusat produksi bahan
tekstil dan kawasan pertanian yang subur, juga menjadi pusat perdagangan
dunia pada saat itu.
C. Peta Wilayah Kekuasaan Turki Utsmani
D.
Kemunduran
turki Utsmani
Kemunduran dan kehancuran kerajaan Turki Usmani berawal sejak
wafatnya Sultan Sulaiman Al-Qanuni (1566 M). Sementara pengganti-penggantinya
seperti Salim II (1566-1573 M), Sultan Murad III (1574-1595 M), Sultan Muhammad
III (1595-1603 M), Sultan Ahmad I (1603-1617 M), Mustafa I (1617-1618 M), dan
seterusnya ternyata kurang mampu mempertahankan kejayaan yang pernah dicapai
kerajaan Turki Usmani pada masa-masa sebelumnya. [3]
Faktor
yang menyebabkan kemunduran kerajaan Turki Usmani adalah sebagai berikut [4]:
1.
Karena amat luasnya kekuasaan Turki Usmani,
administrasi pemerintahannya amat rumit dan komplek. Sementara dilain pihak
memang pengaturannya tidak ditunjang dengan sumber daya yang berkualitas,
malahan keinginannya terus memperluas daerahnya dengan peperangan terus menerus
sehingga banyak mengorbankan tenaga dan waktu bukan dipakai untuk membangun
negara.
2.
Beragamnya penduduk, baik ditinjau dari suku,
budaya, bahkan perbedaan agama menyebabkan pengaturannya pun beragam pula.
Turki usmani menguasai wilayah yang amat luas, mencakup asia kecil, Armenia,
Irak, Syria, hejaz, dan Yaman di Asia. Mesir, libia, Tunis, dan Aljazair di
Afrika. Bulgaria, yunani, yugoslavia, albania, hongaria, dan rumania di Eropa.
3.
Karena lemahnya para penguasa sepeninggal
Sulaiman Al-Qanuni akibat dari kepemimpinan para sultan yang lemah sehingga
membuat Negara hancur dan melemah.
4.
Maraknya budaya 'pungli' dikalangan para pejabat
yang ingin naik jabatan-jabatan penting, sehingga pudarlah moral para penguasa
Turki.
5.
Akibat pemberontakan tentara Jenissari yang
semula pendukung kekuatan Turki Usmani, sekarang menjadi terbalik menyerang
Turki Usmani. Pemberontakkan tentara jenissari terjadi sebanyak empat kali,
yaitu pada tahun 1525 M, 1632 M, 1727 M, dan 1826 M.
6.
Merosotnya perekonomian karena banyaknya
peperangan, dan pendapatan barkurang.
7.
Akibat terhentinya kegiatan ilmu pengetahuan,
karena hanya mengutamakan pengembangan kekuatan militer. Kemajuan militeryang
tidak diimbangi oleh kemajuan ilmu dan teknologi menyebabkan kerajaan tidak
sanggup menghadapi persenjataan musuh dari Eropa yang lebih maju.
E.
Kehancuran
Turki Utsmani
Di awal pemerintahannya turki Utsmani
mengalami kejayaan di bawah panji
keimanan dan tuntunan syariat Islam, namun di akhir pemerintahannya
dasar-dasar dan syariat islam tersebut sama sekali tidak dipenuhi dan
menyimpang dari dasar pemahaman yang sebenarnya. Berbagai penyimpangan yang
dilakukan oleh para sultan di akhir pemerintahan Utsmani telah mendorong
pemerintahan Utsmani meluncur deras menuju jurang kehancuran. Adanya sultan-sultan yang lemah dan tidak
memiliki semangat serta validitas iman telah mengiringi pemerintahan Utsmani
kehilangan kekuasaannya.[5]
Ada beberapa hal penting yang menjadi virus penyebab bangkrutnya khilafah
Utsmani, yakni sebagai berikut [6]:
1. Pada
masa akhirnya pmerintahan Utsmani terjadi penyimpangan pengertian loyalitas dan
disloyalitas. Akibat dari kebodohan yang menimpa sebagian besar wilayah
pemerintahan Utsmani serta akibat kosongnya para ulama Rabbaniyyin yang dapat
memberikan penerangan dan jalan yang lurus serta benar kepada umat. Seperti munculnya
pemimpin dan para sultan yang bersikap lemah terhadap musuh-musuhnya dari
kalangan kafir dan menjadikan mereka sebagai pemimpin, sedangakan kaum muslimin
pada posisi sebaliknya.
2. Penyimpangan
akidah dengan penyempitan makna ibadah, seperti adanya taklid serta pelaksanaan
ibadah secara turun temurun dimana ibadah dianggap sebagai sesuatu yang
bersifat hanya ritual semata.
3. Penyebaran
fenomena syirik, bid’ah, khurafat. Contoh fenomena syirik ditandai dengan
pembangunan kubah-kubah di seluruh wilayah Utsmani, dimana pemerintah Utsmani
membebaskan pembayaran atas penduduk Basrah dengan alasan penghormatan pada
pemilik kuburan yang mulia. Contoh bid’ah yaitu bercampurnya unsur bid’ah pada
pengurusan jenazah, kematian, ibadah, perkawinan dll.
4. Munculnya
golongan dan ajaran Sufi yang menyimpang
5. Gencarnya
aktivitas kelompok-kelompok mmenyimpang seprti Syiah itsna Asy’ariyah, Druz,
Nushairiyyah, Ismailiyah, Qadiani, Bahay dan sekte-sekte agama sesat yang telah
menyemarkan nama baik islam
6. Tidak
adanya pemimpin yang Rabbani
7. Terjadinya
penolakan dibukanya pintu ijtihad
8. Kedzaliman
dalam pemerintahan Utsmani
9. Foya-foya
dan tenggelam dalam syahwat
10. Terjadinya
perselisihan dan perpecahan.
Adapun
faktor-faktor yang menyebabkan kehancuran Turki Usmani diantaranya sebagai
berikut :[7]
1. Wilayah kekuasaan yang terlalu luas
2. Heterogenitas
penduduk
3. Kelemahan para
Penguasa
4. Pemberontakan-Pemberotakan
5. Merosotnya Ekonomi
6. Kurang
berkembangnya ilmu pengetahuan
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari
makalah tersebut maka dapat disimpulkan bahwa berdirinya Khilafah Turki Utsmani
berawal dari serangan orang-orang Mongolia dibawah pimpiman Jengis Khan ke Irak
dan wilayah-wilayah Asia kecil, termasuk pula Kurdistan tempat tinggal Sulaiman
yang merupakan kakek dari Ustman (khaifah Turki Utsmani). Karena serangan
Mongol tersebut maka Sulaiman melakukan hijrah (617 H/ 1220 M) bersama
kabilahnya dari suku Qayigh Ughuz hijrah ke Anatholia dan menetap di kota
Akhlath. Sulaimanpun meninggal tahun 628 H/1230 M dan digantikan oleh anaknya,
yakni Urthughril yang terus bergerak hingga mencapai Barat Laut Anatholia.
Tatkala Urthughril melarikan diri bersama dengan keluarganya inilah ditengah perjalanan ia mendapati
pertempuran antara kaum muslimin dan orang-orang kristen. Melihat keadaan
tersebut, maka Urthugrhil menolong kaum muslimin, hingga akhirnya kemenangan
berada di kaum muslimin. Seusai pertempuran komandan pasukan Saljuk bernama
Alaudin memberi penghargaan pada Urthugrhil dengan
memberikan sebidang tanah di perbatasan Barat Anatholia tepatnya daerah di
bagian Iskisyhar, dibatas kerajaan Byzantium dekat Brussa. Di daerah itulah
bermula tumbuh suburnya kerajaan Turki Usmani. Kemudian Alaudin memberikan
wewenang untuk menaklukan wilayah-wilayah yang berada di bawah kekuasaan
Romawi. Dengan demikian, maka terjalinlah hubungan persahabatan antar Saljuk
dengan pihak Urthugrhil.
Pada
awal pemerintahannya Turki Utsmani mengalami kemajuan dalam beberapa bidang
yakni, bidang militer, budaya, ilmu pengetahuan, keagamaan dan ekonomi. Adapun
kemunduran Khilafah ini terjadi pada akhir pemerintahannya, tepatnya setelah Sultan
Sulaiman Al-Qanuni wafat dan digantikan oleh Salim II. Diantara faktor yang
menyebabkan kemunduran kerajaan Turki Usmani adalah karena amat luasnya
kekuasaan Turki Utsmani, beragamnya penduduk, lemahnya penguasa setelah
Sulaiman Al-Qanuni, maraknya budaya ‘pungli’, maraknya pemberontakan Jenisari,
merosotnya perekonomian akibat peperangan, serta berhentinya aktifitas berarti
ilmu pengetahuan. Adapun sebab kehancurannya diantaranya ialah timbulnya banyak
penyimpangan terhadap ajaran islam, seperti
kehidupan berfoya-foya dikalangan penguasa, penyimpangan akidah, taqlid,
bid’ah, dll. Hal ini memungkinkan orang-orang Yahudi untuk bersatu dan
menjalankan aksinya guna menghancurkan islam, baik dengan cara penyerangan,
penyebaran paham sekularisme, perebutan
kekuasaan dll.
DAFTAR PUSTAKA
As-Shalabi, Ali Muhammad, Bangkit dan
Runtuhnya Khilafah Utsmaniah. Jakarta :
Pustaka Al-Kautsar, 2003
Lapidus, Ira. M, Sejarah Sosial Umat
Islam, Edisi Kesatu dan Kedua. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1999.
[1] Ali Muhammad Ash-Shalabi. Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniah (Jakarta
: Al-Kautsar, 2003) hlm. 13-14
[2] Ira. M. Lapidus. Sejarah Sosial
Umat Islam Edisi Ke Satu Dan Dua (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1999)
hlm. 473
[4] Badri,
Yatim. Sejarah Peradaban Islam (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2006)
hlm.167
Tidak ada komentar:
Posting Komentar