Sabtu, 15 Oktober 2011

Kerajaan Turki Usmani


BAB I
PENDAHULUAN
Jika kita menapaki sejarah perjalanan khilafah Utsmani, maka yang akan kita dapatkan ialah bahwa mereka membangun pemerintahan itu dengan bangunan keimanan yang demikian kokoh kepad Allah, mereka membangun dengan semangat islam yang menyala-nyala. Mereka membangun negara itu dengan darah dan air mata, dengan jihad harta dan jiwa khilafah Utsmani dibangun diatas semagat untuk menegakkan syariat, menegakkakan agama Allah dan memberantar kemungkaran. Para Khalifah Utsmani membangun khilafah Utsmani dengan kerja keras dan keringat, dan dengan keberanian. Membangun tiang negara dengan pondasi keimananserta keislaman hingga berbuah ihsan.
Maka tidak heran  berkat semangat juang yang tinggi, pikiran yang cerdas dan keinginan yang kua, Konstatinopel yang merupakan kota idaman setiap bangsa di dunia dapat ditaklukkan dibawah Sultan Al-Fatih tanggal 29 Mei 1453.  Kejatuhan Konstatinopel ini  menurut Abu Hasan Ali Al-Hasani An-Nadwi dalam bukunya Madza Khasiroa Al-‘Alam bi Inhithath Al-Muslim telah membangkitkan semangat kaum muslimin. Kaum muslimin di dunia menaruh harapan pada Turki untuk membangun kembali kejayaan dan kewibawaan islam di mata dunia. Hal ini menunjukkan akan betapa kuatnya pemerintahan islam saat itu.
Paul Kennedy dalam bukunyan The Rise and Fall of the Great Powers : Economic Change and Military Conflict from 1500-2000, mengatakan imperium Utsmani “ ia lebih dari sekedar mesin militer, dia telah menjadi penakluk elit yang telah mampu membentuk satu kesatuan iman, budaya dan bahasa dari sebuah wilayah yang lebih luas dari Imperium Romawi dan untuk jumlah penduduk yang lebih besar”. Menurut An-Nadwi kaum muslim Utsmani memiliki kelebihan yang tidak dimiliki oleh bangsa-bangsa lain saat itu. Sebagai bangsa nomadik dengan pola hidup sederhana, mereka memiliki moralitas yang tidak terkotori sehingga dengan mudah dapat melangkah berjuang. Mereka memiliki persenjatan yang kuat, hinga mampu menaklukan Afrika, Mesir, Arab Saudi, Iran, Asia Tengah, dan sebagian Eropa.
Adapun  beberapa khilafah yang tegar, yang mampu menancapkan islam dan nilai-nilainya di berbagai belahan dunia ialah Sultan Mahammad Al-Fatih, Sultan Bayazid II, Sultan Salim I, DAN Sultan Sulaiman Al-Qanuni.
Namun keberhasilan kejayaan Utsmani ini tidak selamanya abadi. Berbagai penyimpangan yang dilaukan oleh para sultan diakhir pemerintahannya, membawa Turki utsmani kedalang jurang kehancuran. Adanyua sultan-sultan yang lemah dan tidak memiliki keimanan kuat sebagai pemimpin menggiring pemerintahan Utsmani kehilangan kekuasaan dan kepercayaan. Hal ini yang memberikan kesempatan bagi orang-orang Yahudi untuk menyerang, memasukkan pengaruh-pengaruh sekuler, hingga upaya-upaya untuk menghancurkan Utsmani secara terus-menerus dan perlahan. Hingga berakibat menyempitnya wilayah kekuasaan Utsmani dan runtuhnya khilafah Turki Utsmani.
Ketika membaca referensi buku-buku Khilafah Turki Utsmani ini, kami menemukan salah satu referensi yang didalamnya mencakup sebuah analogi sederhana yang pernah diungkap oleh seorang Intelektual asal Al-Jazair, yaitu Malik bin Nabi mengenai bangun dan runtuhnya sebuah peradaban yang ditulis dalam bukunya yang menggugah Syurut An-Nahdhah. Kami membaca analogi ini dari sebuah buku karangan Dr. Ali Muhammad As-Syalabi yang berjudul Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniah.
Pada tahap pertama, Analogi tersebut mengatakan bahwa ” sebuah peradaban akan naik tahta tatkala yang menjadi penglimanya adalah ruh. Dengan ruh sebuah peradaban akan kembali menjadi peradaban yang bersih dan tidak terkotori. Pada masa inilah peradaban akan mencapai puncak terbesar. Pada tahap kedua, “ peradaban akan mengalami pelebaran dan pemekaran buken perkembangan, tatkala yang menjadi pemain dalam peradaban itu adalah akal”. Peradaban yang di kendalikan akal akan mengalami tarik menarik yang demikian kencang antara ruh dan  hawa nafsu. Terjadinya tarik menarik ini akan menjadikan peradaban terus merentang dan bukan mencapai perbaikan nilai. Pada fase selanjutnya, “peradaban akan mengalami kehancuran dan kebangkrutan tatkala yang menjadi panglimanya ialah hawa nafsu”. Pada tahap inilah peradaban akan meluncur ke titik yang paling bawah.
            Dari tiga analogi tersebut kami kiranya dapat mengambil kesimpulan bahwa keruntuhan berbagai peradaban di dunia termasuk juga peradaban islam khilafah Turki Utsmani ini disebabkan oleh tahap yang kedua dan ketiga. Dimana para khalifah Utsmani di akhir pemerintahannya sudah mulai menyimpang dalam ajaran-ajaran serta mulai mengedepankan hawa nafsu mereka dalam bertindak. Pad makalh ini kiranya tidak di jelaskan secara panjang lebar mengenai hal tersebut. Makalah ini hanya terdiri dari beberapa poin penting yang dicantumkan dalam silabus mata kuliah SPI. Namun dalam keringkasan materi tersebut kami berharap tetap menyimpat banyak manfaat dalam pembelajaran.
BAB II
PEMBAHASAN
Kerajaan Turki Usmani
A.    Berdirinya Khilafah Turki Usmani
Garis keturunan Bani Usmani bersambung pada kabilah Turkmaniah, yang pada permulaan abad ke-7 H atau abad ke-13M mendiami Kurdistan. Akibat serangan orang-orang Mongolia dibawah pimpiman Jengis Khan ke Irak dan wilayah-wilayah Asia kecil, Sulaiman, kakek dari Ustman melakukan hijrah (617 H/ 1220 M). Kemudian ia bersama kabilahnya dari suku Qayigh Ughuz  hijrah ke Anatholia dan menetap di kota Akhlath.
Sulaiman meninggal tahun 628 H/1230 M dan digantikan oleh anaknya, yakni Urthughril yang terus bergerak hingga mencapai Barat Laut Anatholia. Tatkala Urthughril melarikan diri bersama dengan keluarganya yang jumlahnya tidak lebih dari seratus keluarga dari serangan orang-orang Mongolia, di dalam perjalanan ia mendapati pertempuran antara kaum muslimin dan orang-orang kristen. Ternyata kemenangan berada di pihak orang kristen. Melihat keadaan tersebut, maka Urthugrhil menolong kaum muslimin, hingga akhirnya kemenangan berada di kaum muslimin. Seusai pertempuran komandan pasukan Saljuk bernama Alaudin  memberi penghargaan pada Urthugrhil dengan memberikan sebidang tanah di perbatasan Barat Anatholia tepatnya daerah di bagian Iskisyhar, dibatas kerajaan Byzantium dekat Brussa. Di daerah itulah bermula tumbuh suburnya kerajaan Turki Usmani. Kemudian Alaudin memberikan wewenang untuk menaklukan wilayah-wilayah yang berada di bawah kekuasaan Romawi. Dengan demikian, maka terjalinlah hubungan persahabatan antar Saljuk dengan pihak Urthugrhil.[1]
Setelah Urthugrhil wafat (699 H/1299 M), maka digantikan oleh anaknya yang bernama Ustman. Nama dinasti “Usmani” berasal dari nama Ustman putera Urthugrhil. Pada masanya ia memperluas wilayah sampai kepada lahan-lahan perkebunan dan diteruskan oleh cucunya hingga merebut kekuasaan atas sebuah kota terpenting, yakni Bashrah pada tahun 1326, dan melintasi beberapa jalan menuju Gallipoli tahun 1345.[2]        Setelah menetapkan kedudukannya di Eropa rezim Ustman mendatangkan tentara Turki dalam jumlah yang sangat besar ke negri Balkan, dan menduduki Yunani, Macedonia dan Bulgaria. Kekuasaan dinasti Ustmani terhadap wilayah bagian Barat Balkan telah dikuasai secra sempurna berkat kemenagan pada perang Kosova. \

B.     Kemajuan Pemerintahan Turki Utsmani
a.       Pada bidang militer dan pemerintahan
1.         Adanya Akademi militer sebagai pusat pendidikan dan pelatihan
2.         Terbentuknya tentara tangguh Jenissari dan Taujiah
3.         Adanya Kitab Muqtadha Al ±Abhur, sebagai UU Pemerintahan
b.      Pada Bidang Ilmu Pengetahuan dan seni budaya
Sebab Turki Usmani Kurang Fokus terhadap ilmu pengetahuan, maka Bidang ilmu pengetahuan pun kurang menonjol tidak seperti Dinasti islam sebelumnya. Adapun beberapa tokoh termasyhur dari beberaa disiplin ilmu yang muncul kala itu, di antaranya:
1.         Abdulrauf Al Manawy dan Abdul Wahab Sya’rany , sebagai ahli hadis dan tasawuf
2.         As Shadar bin Abdurrahman Al Akhdhary, sebagai ahli Filsafat dan mantiq
3.         Daud Inthaqy dan Sahabudin bin salamah Qaliyuby, ahli dalam bidang kedokteran
4.         Ibnu Hasan Samarkandy, sebagai ahli ilmu politik
5.         Qari Al Harawy, sebagai ahli musik
6.         Ibnu Diba Az zabidy dan Abdul ghani An nablusy, sebagai ahli sejarah
7.         Aisyah Ba’uniyah dan Ali khan, sebagai ahli sastra
8.         Abdulqadir Baghdady dan Az zabidy, sebagai ahli bahasa
9.         Muammar Sinan, sebagai ahli di bidang arsitektur
10.     Musa Azam, Sebagai ahli seni
Adapun mengenai budaya sosial, Budaya Turki Usmani sangat di pengaruhi oleh tiga budaya. Dari kebudayaan persia mereka mengambil ajaran tentang etika dan tata krama dalam istana. Ajaran tentang prinsip-prinsip ekonomi, sosial, kemasyarakatan, dan keilmuan mereka mengambil dari Bangsa Arab. Sedangkan pemerintahan dan organisasi kemiliteran mereka banyak dapat dari Bizantium.
c.       Pada bidang Keagamaan
1.      Adanya jabatan Mufti sebagai Pejabat urusan agama tertinggi, yang memiliki kuasa legitimasi dalam hukum kerajaan
2.      Berkembangnya Terekat. Seperti tarekat Bekhtsyi dan tarekat Maulawi
d.      Pada bidang Ekonomi
Tercatat beberapa kota yang maju dalam bidang industri pada waktu itu di antaranya : Mesir sebagai pusat produksi kain sutra dan katun. Anatoli selain sebagai pusat produksi bahan tekstil dan kawasan pertanian yang subur, juga menjadi pusat perdagangan dunia pada saat itu.

C.    Peta Wilayah Kekuasaan Turki Utsmani

D.     Kemunduran turki Utsmani
Kemunduran dan kehancuran kerajaan Turki Usmani berawal sejak wafatnya Sultan Sulaiman Al-Qanuni (1566 M). Sementara pengganti-penggantinya seperti Salim II (1566-1573 M), Sultan Murad III (1574-1595 M), Sultan Muhammad III (1595-1603 M), Sultan Ahmad I (1603-1617 M), Mustafa I (1617-1618 M), dan seterusnya ternyata kurang mampu mempertahankan kejayaan yang pernah dicapai kerajaan Turki Usmani pada masa-masa sebelumnya. [3]
Faktor yang menyebabkan kemunduran kerajaan Turki Usmani adalah sebagai berikut [4]:
1.      Karena amat luasnya kekuasaan Turki Usmani, administrasi pemerintahannya amat rumit dan komplek. Sementara dilain pihak memang pengaturannya tidak ditunjang dengan sumber daya yang berkualitas, malahan keinginannya terus memperluas daerahnya dengan peperangan terus menerus sehingga banyak mengorbankan tenaga dan waktu bukan dipakai untuk membangun negara.
2.      Beragamnya penduduk, baik ditinjau dari suku, budaya, bahkan perbedaan agama menyebabkan pengaturannya pun beragam pula. Turki usmani menguasai wilayah yang amat luas, mencakup asia kecil, Armenia, Irak, Syria, hejaz, dan Yaman di Asia. Mesir, libia, Tunis, dan Aljazair di Afrika. Bulgaria, yunani, yugoslavia, albania, hongaria, dan rumania di Eropa.
3.      Karena lemahnya para penguasa sepeninggal Sulaiman Al-Qanuni akibat dari kepemimpinan para sultan yang lemah sehingga membuat Negara hancur dan melemah.
4.      Maraknya budaya 'pungli' dikalangan para pejabat yang ingin naik jabatan-jabatan penting, sehingga pudarlah moral para penguasa Turki.
5.      Akibat pemberontakan tentara Jenissari yang semula pendukung kekuatan Turki Usmani, sekarang menjadi terbalik menyerang Turki Usmani. Pemberontakkan tentara jenissari terjadi sebanyak empat kali, yaitu pada tahun 1525 M, 1632 M, 1727 M, dan 1826 M.
6.      Merosotnya perekonomian karena banyaknya peperangan, dan pendapatan barkurang.
7.      Akibat terhentinya kegiatan ilmu pengetahuan, karena hanya mengutamakan pengembangan kekuatan militer. Kemajuan militeryang tidak diimbangi oleh kemajuan ilmu dan teknologi menyebabkan kerajaan tidak sanggup menghadapi persenjataan musuh dari Eropa yang lebih maju.
E.     Kehancuran Turki Utsmani
Di awal pemerintahannya turki Utsmani mengalami kejayaan di bawah panji  keimanan dan tuntunan syariat Islam, namun di akhir pemerintahannya dasar-dasar dan syariat islam tersebut sama sekali tidak dipenuhi dan menyimpang dari dasar pemahaman yang sebenarnya. Berbagai penyimpangan yang dilakukan oleh para sultan di akhir pemerintahan Utsmani telah mendorong pemerintahan Utsmani meluncur deras menuju jurang kehancuran.  Adanya sultan-sultan yang lemah dan tidak memiliki semangat serta validitas iman telah mengiringi pemerintahan Utsmani kehilangan kekuasaannya.[5] Ada beberapa hal penting yang menjadi virus penyebab bangkrutnya khilafah Utsmani, yakni sebagai berikut [6]:
1.      Pada masa akhirnya pmerintahan Utsmani terjadi penyimpangan pengertian loyalitas dan disloyalitas. Akibat dari kebodohan yang menimpa sebagian besar wilayah pemerintahan Utsmani serta akibat kosongnya para ulama Rabbaniyyin yang dapat memberikan penerangan dan jalan yang lurus serta benar kepada umat. Seperti munculnya pemimpin dan para sultan yang bersikap lemah terhadap musuh-musuhnya dari kalangan kafir dan menjadikan mereka sebagai pemimpin, sedangakan kaum muslimin pada posisi sebaliknya.
2.      Penyimpangan akidah dengan penyempitan makna ibadah, seperti adanya taklid serta pelaksanaan ibadah secara turun temurun dimana ibadah dianggap sebagai sesuatu yang bersifat hanya ritual semata.
3.      Penyebaran fenomena syirik, bid’ah, khurafat. Contoh fenomena syirik ditandai dengan pembangunan kubah-kubah di seluruh wilayah Utsmani, dimana pemerintah Utsmani membebaskan pembayaran atas penduduk Basrah dengan alasan penghormatan pada pemilik kuburan yang mulia. Contoh bid’ah yaitu bercampurnya unsur bid’ah pada pengurusan jenazah, kematian, ibadah, perkawinan dll.
4.      Munculnya golongan dan ajaran Sufi yang menyimpang
5.      Gencarnya aktivitas kelompok-kelompok mmenyimpang seprti Syiah itsna Asy’ariyah, Druz, Nushairiyyah, Ismailiyah, Qadiani, Bahay dan sekte-sekte agama sesat yang telah menyemarkan nama baik islam
6.      Tidak adanya pemimpin yang Rabbani
7.      Terjadinya penolakan dibukanya pintu ijtihad
8.      Kedzaliman dalam pemerintahan Utsmani
9.      Foya-foya dan tenggelam dalam syahwat
10.  Terjadinya perselisihan dan perpecahan.
Adapun faktor-faktor yang menyebabkan kehancuran Turki Usmani diantaranya sebagai berikut :[7]
1.      Wilayah kekuasaan yang terlalu luas
2.      Heterogenitas penduduk
3.      Kelemahan para Penguasa
4.      Pemberontakan-Pemberotakan
5.      Merosotnya Ekonomi
6.      Kurang berkembangnya ilmu pengetahuan



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari makalah tersebut maka dapat disimpulkan bahwa berdirinya Khilafah Turki Utsmani berawal dari serangan orang-orang Mongolia dibawah pimpiman Jengis Khan ke Irak dan wilayah-wilayah Asia kecil, termasuk pula Kurdistan tempat tinggal Sulaiman yang merupakan kakek dari Ustman (khaifah Turki Utsmani). Karena serangan Mongol tersebut maka Sulaiman melakukan hijrah (617 H/ 1220 M) bersama kabilahnya dari suku Qayigh Ughuz  hijrah ke Anatholia dan menetap di kota Akhlath. Sulaimanpun meninggal tahun 628 H/1230 M dan digantikan oleh anaknya, yakni Urthughril yang terus bergerak hingga mencapai Barat Laut Anatholia. Tatkala Urthughril melarikan diri bersama dengan keluarganya  inilah ditengah perjalanan ia mendapati pertempuran antara kaum muslimin dan orang-orang kristen. Melihat keadaan tersebut, maka Urthugrhil menolong kaum muslimin, hingga akhirnya kemenangan berada di kaum muslimin. Seusai pertempuran komandan pasukan Saljuk bernama Alaudin  memberi penghargaan pada Urthugrhil dengan memberikan sebidang tanah di perbatasan Barat Anatholia tepatnya daerah di bagian Iskisyhar, dibatas kerajaan Byzantium dekat Brussa. Di daerah itulah bermula tumbuh suburnya kerajaan Turki Usmani. Kemudian Alaudin memberikan wewenang untuk menaklukan wilayah-wilayah yang berada di bawah kekuasaan Romawi. Dengan demikian, maka terjalinlah hubungan persahabatan antar Saljuk dengan pihak Urthugrhil.
Pada awal pemerintahannya Turki Utsmani mengalami kemajuan dalam beberapa bidang yakni, bidang militer, budaya, ilmu pengetahuan, keagamaan dan ekonomi. Adapun kemunduran Khilafah ini terjadi pada akhir pemerintahannya, tepatnya setelah Sultan Sulaiman Al-Qanuni wafat dan digantikan oleh Salim II. Diantara faktor yang menyebabkan kemunduran kerajaan Turki Usmani adalah karena amat luasnya kekuasaan Turki Utsmani, beragamnya penduduk, lemahnya penguasa setelah Sulaiman Al-Qanuni, maraknya budaya ‘pungli’, maraknya pemberontakan Jenisari, merosotnya perekonomian akibat peperangan, serta berhentinya aktifitas berarti ilmu pengetahuan. Adapun sebab kehancurannya diantaranya ialah timbulnya banyak penyimpangan terhadap ajaran islam, seperti  kehidupan berfoya-foya dikalangan penguasa, penyimpangan akidah, taqlid, bid’ah, dll. Hal ini memungkinkan orang-orang Yahudi untuk bersatu dan menjalankan aksinya guna menghancurkan islam, baik dengan cara penyerangan, penyebaran  paham sekularisme, perebutan kekuasaan dll.

DAFTAR PUSTAKA

As-Shalabi, Ali Muhammad, Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniah.  Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2003
Lapidus, Ira. M, Sejarah Sosial Umat Islam, Edisi Kesatu dan Kedua. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1999.




[1]  Ali Muhammad Ash-Shalabi.  Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniah (Jakarta : Al-Kautsar, 2003) hlm. 13-14
[2] Ira. M. Lapidus. Sejarah Sosial Umat Islam Edisi Ke Satu Dan Dua (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1999) hlm. 473
[3]
[4] Badri, Yatim. Sejarah Peradaban Islam (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2006) hlm.167

Tidak ada komentar: